Melayani Bangsaku - Letjend. TNI (Purn) Dr. H.B.L. Mantiri


Orang tua saya adalah orang Kristen, bahkan nenek moyang dari ayah saya juga adalah orang Kristen. Tapi banyak saudara saya tidak sungguh-sungguh ‘lahir baru’ seperti yang kita tahu. Mereka masih menggunakan sihir dan dewa-dewa, termasuk ayah saya. Saat ia pindah ke Jakarta, dia tahu bahwa hal itu salah, jadi ia membuang semua jimatnya, dan bertobat. Dan tentu saja setelah itu kami semua masuk pergi kegereja.

Saat kelahiran saya, ibu saya sekarat karena mengalami pendarahan. Dokter mengatakan pada ayah, bahwa hanya salah satu yang bisa diselamatkan sementara yang lainnya akan mati, jadi ayah saya harus membuat pilihan. Dokter bertanya padanya, mana yang dia pilih, ibunya atau bayinya? Ayah saya berkata pada dokter, “Selamatkanlah isteri saya, dan biarkanlah anak saya meninggal.” Dokter melakukannya, dan ternyata saya berhasil bertahan hidup, kami berdua ternyata selamat.

Waktu berusia 10 tahun, kami tinggal disebuah rumah yang sebelahnya ada jurang setinggi 10 meter. Dasar jurang itu adalah sungai kering yang penuh dengan bebatuan. Saat itu saya sedang bermain berlarian dibelakang halaman rumah, berusaha untuk menerbangkan layangan. Karena asyiknya bermain saya tanpa sadar telah ada dipinggir jurang itu dan terperosok jatuh sampai didasarnya. Tapi mujizat terjadi, saya tidak apa-apa, tidak ada satupun tulang yang patah. Sekali lagi Tuhan menolong dan menyelamatkan nyawa saya.

Masa remaja saya adalah seorang pemberontak, bukan dalam pengertian pemberontak sepenuhnya, tapi seorang remaja yang sangat bandel. Ibu saya berpendapat sangat buruk tentang saya pada masa itu. Hal itu terjadi karena saya tinggal disebuah lingkungan yang tidak baik, saya sangat terpengaruh teman-teman yang tidak baik, bahkan menjadi anggota sebuah gank. Saat itu saya hidup jauh sekali dari Tuhan.

Tahun 1955, saat saya dibaptis, saya katakan “Ya” pada Tuhan. Saya menjadi menyadari peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lalu. Saya seharusnya sudah mati dalam kandungan ibu saya, atau sudah mati jatuh dari ketinggian 10 meter saat masih kecil. Tapi Tuhan terus menyelamatkan saya, dia punya rencana dalam hidup saya. Saat itulah saya memutuskan untuk menyerahkan seluruhnya pada Kristus.

Keluarga kami tidak kaya. Ayah saya adalah seorang yang jujur, dan Tuhan memenuhi semua kebutuhannya. Bahkan Tuhan memampukan Ayah saya untuk menyekolahkan anak-anaknya mengenyam pendidikan disekolah yang sangat mahal, hanya sedikit orang yang bisa sekolah di tempat itu. Itu adalah sebuah sekolah Belanda yang sangat baik. Saya merasa sangat bersyukur akan hal itu.

Setelah lulus SMA ditahun 1959, saya masuk ke akademi militer. Walau ayah baptis saya sangat menginginkan saya untuk menjadi Pendeta dan masuk sekolah Theologi. Namun karena saya sudah terlebih dahulu lulus di ujian masuk Akademi Militer, maka saya meneruskan pendidikan saya di Militer.

Saya bertanya pada Tuhan, “Mengapa ayah baptis saya meminta saya untuk masuk sekolah theologi?”. Kemudian saya baru mengerti, seorang pendeta dari Taiwan yang memberi tahu saya, bahwa Tuhan membutuhkan orang yang melayaninya dalam militer dan pemerintahan.

Saya tidak punya tujuan sedikitpun untuk menjadi Jenderal sejak awal saya masuk dalam kemiliteran. Karena saya tidak mau menyusahkan mereka dengan memasukan saya ke Universitas, yang berarti biaya yang lebih besar lagi. Sejak saya masuk militer, saya tidak butuh apa-apa lagi, bahkan saya tidak butuh pakaian dari orang tua, karena militer dan pemerintahlah yang memenuhi semua kebutuhan dasar saya. Hanya itulah yang ada dalam pikiran saya, tidak mau menyusahkan orang-tua lagi.

Ternyata Tuhan berencana lain, Dia menyertai dalam karir kemiliteran saya dari prajurit hingga Jenderal dengan tiga bintang. Jabatan tertinggi saya dalam kemiliteran adalah Kepala Staf Umum ABRI (1993-1995), dalam otoritas militer saat itu saya adalah orang kedua setelah Panglima ABRI sendiri. Setelah itu saya menjadi duta besar bagi Singapura (1996-1999).

Orang bertanya pada saya rahasia kesuksesan sejauh ini, padahal sebagai minoritas hal tersebut hampir tidak mungkin untuk dicapai. Tentu jawabannya adalah semua ini adalah rencana Tuhan dalam hidup saya. Tapi saya juga punya tips dari ayah saya, tiga kata yang terus diulang-ulangnya pada kami, yang begitu mempengaruhi pikiran saya. Untuk berhasil dalam hidup resepnya:

(1) Jujur

(2) Setia

(3) Rajin.

Menurutnya kalau kita konsentrasi pada tiga kata ini, hidup kita akan berhasil. Sampai hari ini, saya terus memegang tiga kata ini. Dan puji Tuhan, saya telah membuktikan bahwa perkataan ayah saya ini benar.

ASImantiri4Hal itu terbukti dalam karir militer saya, sebagai status minoritas, sangat sulit bertahan dalam kemiliteran, apalagi mendapat pangkat yang tinggi adalah sebuah hal yang hampir mustahil. Namun saya selalu berusaha memberikan yang terbaik, saya bekerja sangat keras. Sebagai seorang perwira saya memiliki banyak pengalaman dalam lapangan. Saya terlibat dalam banyak operasi. Tidak ada teman sekelas atau satu angkatan dapat mengalahkan saya. Mereka menghormati saya karena saya adalah orang yang tegas. Kalau saya bilang “Ya” maka artinya adalah ya, kalau saya bilang “Tidak” maka artinya adalah tidak. Bahkan Presiden Sukarno (presiden pertama RI) pernah memberi saya penghargaan, juga sampai di Presiden Suharto.

Tapi yang terpenting dari semua itu adalah penyertaan Tuhan didalam hidup kita. Dan saya mengalaminya dilapangan dan operasi-operasi yang saya dilibatkan. Salah satunya di Timor-Timur, saya pernah memimpin Batalyon yang kebetulan diperbantukan kepada Brikade 17 Kostrad. Waktu itu kami sama-sama menekel satu sasaran. Musuhnya sama, daerah operasinya sama. Herannya kompi saya tak ada yang luka, Sementara Kompi lain, 13 orang kena tembak. Di situ saya yakin bahwa Tuhan yang tolong saya. Itu mukjizat

Saya memang sudah pensiun jadi prajurit, tapi sekarang saya adalah prajurit Tuhan, dan tidak ada pensiun menjadi prajurit Tuhan. Saya memang sudah berhenti jadi duta besar, tapi tidak pernah ada kata berhenti menjadi dutanya Tuhan.

ASImantiri2Ini pesan saya bagi anak muda, “Lakukanlah yang terbaik, dan Tuhan akan melengkapinya.” Jangan malu atau takut untuk menyatakan bahwa kita adalah orang kristen. Lakukan yang terbaik dimanapun kita ditempatkan, walaupun akan sangat sulit, tapi karena Tuhan dipihak kita, tidak ada yang dapat menghentikan kita.

Herman Bernhard Leopold Mantiri, adalah seorang Purnawirawan Letjend TNI. Selain pernah menjadi National President FGBMFI Indonesia, beliau juga adalah Pimpinan Umum Sinar Harapan, dan juga pemimpin beberapa organisasi lain. Bersama isterinya Ongke Hanna Elia, SH. Beliau berjemaat dan menjadi Majelis di GSJA Betlehem Bogor.

sumber : www.fgbmfi.or.id

0 comments: